Bhisma Gugur

Standard

ADEGAN DI PESANGGRAHAN BULUPITU

Prabu Duryudanya dihadap patih Sengkuni, Resi Drona, Resi Krepa, Prabu Bogadata, Prabu Gardapati, Dursasana, Kartamarma dan Aswatama. Prabu Duryudana menanyakan kepada patih Sangkuni evaluasi hasil perang Bharatayuda yang telah memasuki hari kesembilan. Patih Sengkuni melaporkan, bahwa sampai hari kedelapan perang Bharatayuda, keunggulan masih berada di pihak Kurawa. Memang ada beberapaorang keluarga Kurawa yang tewas dimedan peperangan seperti Adyaawestu, Agrasara, Citrabana, Citrabama, Durmasena, Dursaya, Jalasaba, Ugrawya dan Wiyudara.BISMA_YOGYANamun kerugian lebih banyak dialami oleh Pandawa dengan gugurnya tga satria Wirata yaitu Senapati Agung Resi Seta dan kedua adiknya, Utara dan Wratsangka. Menurut Sankuni, perang Bharatayuda tidak akan berlangsung lama dengan kemenangan dipihak Kurawa, karena tidak seorangpun senapati perang Pandawa yang akan mempu mengalahkan apalagi membunuh Senapati Agung Kurawa, Resi Bhisma. Prabu Duryudana kemudian mengingatkan patih Sangkuni untuk terus meningkatkan kewaspadaan jangan sampai ada mata-mata musuh yang menyelusup ke Bulupitu, juga mencegah agar tidak ada anak-anak Kurawa yang membuat ulah dengan melanggar aturan peperangan.

ADEGAN LUAR PESANGGRAHAN BULUPITU
Patih Sangkuni mengumpulkan anak-anak kurawa, diantranya Dursasana, Kartamarma, Durmagrati , Citraksa, Citraksi dan Aswatama. Kepada anak-anak Kurawa patih Sangkuni menyampaikan pesan Prabu Duryudanaagar anak-anak Kurawa lebih meningkatkan kewaspadaan, berjaga-jaga jangan sampai ada mata-mata musuh yang menyusup ke perkemahan Bulupitu. Patih Sangkuni kemudian memerintahkan Kartamarma untuk mengerahkan beberapa prajurit untuk melakukan penjagaan dan perondaan di sekitar pesangrahan Bulupitu.

ADEGAN DI PERKEMAHAN TRIGARDAPURA
Prabu Sumarma, raja Negara Trigardapura mengadakan pertemuan dengan Prabu Pratipea, raja Negara Swandapura, Burisrawa, satria Mandaraka, dan beberapa anak Kurawa seperti Citrawarma, Danurdana, Rudrakarna, Udrayuda dan Wisalaksa. Prabu Sumarma mengemukakan niatnya untuk menyelusup ke pesanggrahan kubu Pandawa untuk membunuh Arjuna. Rencana ini mendapat dukungan Burisrawa yang juga ingin secepatnya membunuh setyaki, musuh bebuyutannya. Prabu Sumarna meminta bantuan Prabu Pratipea dan beberapa anak Kurawa membuat keributan di pesanggrahan Randuwatangan, sementara ia dan Burisrawa akan masuk ke perkemahan Arjuna dan Setyaki.

ADEGAN DI LUAR PESANGGRAHAN RANDUWATANGAN
Penyusupan Prabu Sumarma, Prabu Pratipea, Burisrawa dan anak-anak Kurawa di pesanggrahan Randuwatangan dipergoki oleh Patihh Tambakganggeng, Dandang Gaok dan Dandang Pinangsi yang sedang melakukan perondaan. Peperangan terjadi, Ketika tambakganggeng, Dandang Gaok dan Dandang Pinangsi terdesak melawan Prabu Sumarma, Prabu Pratipea dan Burisrawa, datang Gatotkaca, Anantareja, Setyaki dan Udawa. Perang serupun kembaliterjadi. Begitu terdesak, sebelum tertangkap oleh anak-anak Pandawa, Prabu Pratipea, Prabu Sumarma, Burisrawa dan anak-anak Kurawa segera melarikan diri kembali ke pesangrahan Bulupitu.

ADEGAN PESANGGRAHAN RANDUWATANGAN
Prabu Kresna mengadakan pertemuan degna keluarga Padawa, yaitu Prabu Puntadewa, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Ikut pula hadir dalam pertemuan tersebut, Prabu Matswapati dari Wirata, dan Prabu Drupada dari Pancala. Mereka membicarakan siasat perang yang harus dilakukan besok, terutama menentukan siapa yang akan ditetapkan sebagai Senapati perang Pandawa menghadapi Resi Bhisma yang sangat perkasa. Menurut Prabu Kresna, dengan memiliki Aji Swarshandamarana, maka Resi Bhisma akan menjalani hidup di dunia sangat lama dan hanya akan mati atas kemauannya sendiri. Maka sebaiknya keluarga Pandawa menghadap Resi Bhisma untuk pasrah bongkokan, menyerahkan kematiannya kepada Resi Bhisma, dengan alas an kematian di tangan Resi Bhisma lebih terhormat daripada mati di tangan anak-anak Kurawa. Dengan jalan demikian, maka Bhisma akan menunjukkan jalan kematiannya. Karena tak ada jalan lain untuk mengalahkan Resi Bhisma, maka Prabu Puntadewa dan keempat adiknya menerima saran Prabu Kresna. Prabu Kresna kemudian meminta Arjuna pergi ke pertapaan Retawu untuk memohon petunjuk dan restu Bagawan Abiyasa sebelum keluarga Pandawa menghadap Resi Bhisma.

GORO – GORO (Adegan Punakawan)
Guyonan Nala Gareng, Petruk dan Bagong. Dendagurau mereka terhenti dengan kedatangan Semar yang mengajak mereka untuk segera menyertai Raden Arjuna menghadap Bagawan Abiyasa.

ADEGAN PERTAPAAN RETAWU
Bagawan Abiyas menerima kedatangan Arjuna. Ikut pula menghadap Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Arjuna menyampaikan apa yang menjadi saran Prabu Kresna untuk menghadap Resi Bhisma dan pasrah bongkokan untuk mendapatkan kemurahan hati Resi Bhisma, Bagawan Abiyasa sependapat denga apa yang disarankan Prabu Kresna, mengingat tanpa keamauannya sendiri Resi Bhisma tidak akan mati. Bagawan Abiyasa kemudian menitip salam untuk disampaikan kepada Resi Bhisma.

ADEGAN DI DALAM HUTAN
Perjalana Arjuna yang disertai panakawan dihadang sepasang raksasa dan raseksi yang memang telah lama ingin membunuh Arjuna dan memakan dagingnya. Terjadi peperangan. Begitu kedua raksasa dan raseksi itu terkena panah Arjuna, seketika menjelma sebagai Batara Kamajaya dan Dewi Ratih. Sepasang dewa dari kahyangan Cakjrakembang itu member nasehat kepada Arjuna untuk bersikap hati-hati dan waspada, karena dalam perang Bharatayuda, untuk mendapatkan suatu kemenangan tidak tertutup kemungkinan pihak musuh menempuh jalan curang. Setelah Batara Kamajaya dan Dewi Ratih kembali ke kahyangan, Arjuna melanjutkan perjalanannya, langsung ke Talkanda bergabung dengan keempat saudaranya.

ADEGAN DI KESATRIAN TALKANDA
Resi Bhisma dihadap Prabu Puntadewa, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Setelah menyampaikan sembah dan rasa hormatnya terhadap Resi Bhisma , Prabu Puntadewa mengatakan dengan tidak ada lagi senapati perang Pandawa yang kuasa menghadapi keperkasaan Resi Bhisma, maka ia dan keempat saudaranya menyerahkan hidup matinya kepada Resi Bhisma , karena itu lebih terhormat daripada harus mati di tangan Kurawa. Resi Bhisma mengatakan bahwa keberadaanya ia berperang di pihak Kurawa karena sudah menjadikewajibannya membela kehormatan Negara Astina dan melaksanakan dharma wangsa Kuru. Tapi kini ia merasa tugas itu telah cukup, dan ia pun telah siap untuk mati di medan peperangan. Resi Bhisma kemudian member petunjuk kepada Pandawa agar besok mengajukan senapati perang seorang wanita untuk menghadapi dirinya, sebab hanya senapati perang wanitalah yang bisa mengantarkannya kembali kea lam kelanggengan.

ADEGAN DI PESANGGRAHAN RANDUWATANGAN
Prabu Kresna mengadakan pertemuan dengan keluarga Pandawa, yaitu Prabu Puntadewa, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Ikut pula hadir dalam pertemuan tersebut, Prabu Matswapati dari Wirata, dan Prabu Drupada dari Pancala. Dalam pertemuan tersebut Prabu Puntadewa melaporkan tentang hasil pertemuannya denga Resi Bhisma, dan petunjuk Resi Bhisma agar besok keluarga Pandawa mengajukan Senapati perang wanita. Setelah meminta pendapat Prabu Matswapati dan Prabu Drupada, Prabu Kresna menetapkan Dewi Srikandi, putrid Pancala sebagai Senapati perang Pandawa menghadapi Resi Bhisma.

ADEGAN DI PADANG KURUSETRA – I
Perang seru terjadi antara kubu Pandawa melawan kubu Kurawa. Dengan didampingi Arjuna, Dewi Srikandi maju ke medan peperangan menghadapi Resi Bhisma. Pada saat berhadapan dengan Srikandi itulah Resi Bhisma melihat bayangan Dewi Amba menyatu dalam tubuh putrid Pancala tersebut. Sadar saat kematiannya telah tiba, Resi Bhisma kemudian member isyarat kepada Arjuna agar Srikandi segera melepaskan panah Herudadali. Begitu panah Herudadali dilepas Srikandi dan melesat cepat mengenai dadanya, seketika robohlah Resi Bhisma, maka peperangan hari itu dihentikan.

ADEGAN DI PADANG KURUSETRA – II
Resi Bhisma rebah terlentang di atas anjang-anjang anak panah yang dibuat Arjuna, dikelilingi oleh Prabu Puntadewa, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa di satu sisi dan di sisi lain mengelilingi Prabu Duryudana, Dursasana, Kartamarma, Bogadata, Gardapati dan anak-anak Kurawa lainnya yang masih hidup, kepada anak-anak Pandawa dan Kurawa, Resi Bhisma mengatakan , bahwa apa yang dialaminya sekarang ini hendaknya bisa dijadikan tumbal pertentangan yang berkepanjangan antara keluarga Pandawa melawan keluarga Kurawa. Resi Bhisma menyarankan, hendaknya mereka menghintikan peperangan, dan berbagi hak masing-masing untuk kemudian hidup berdampingan secara damai demi kelangsungan wangsa Kuru. Tapi apabila mereka tetap bersikeras untuk melanjutkan peperangan, hendaknya perang itu dilakukan dengan jujur dan masing-masing tetap mematuhi kode kesatria. Mereka semua hanya diam, tak seorang pun yang menanggapi kata-kata Resi Bhisma. Mereka semua hanya menundukkan kepala, berdoa untuk kesempurnaan perjalana arwah Resi Bhisma kembali kea lam kelanggengan.

ADEGAN DI ISTANA KERAJAAN ASTINA
Nampak Prabu Sentanu yang terbaring sakit, ditunggui oleh Dewabrata dan Bagawan Dumya. Setelah mengetahui akan penyebab sakit ayahnya, yaitu keinginannya yang teramat sangat memperistri Dewi Durgandini, Dewabrata segera meninggalkan kerajaan Atina menuju dukuh Diwara di tepi Sungai Yamuna.

ADEGAN DI RUMAH KI DASABALA
Dewabrata berhadapan dengan Dewi Durgandini dan Ki Dasabala. Setelah mendengan persyaratan Ki Dasabala yang diajukan kepada Prabu Sentanu, ayahnya, Dewabrata menyanggupi akan menyerahkan haknya atas tahta kerajaan Astina kepada putra Dewi Durgandini. Untuk menghilangkan keraguan Dewi Durgandini dan Ki Dasabala akan tuntukan anak-anak Dewabrata kelak, Dewabrata kemudian melakukan sumpah wadat, hidup brahmacari tidak akan bersentuhan dengan wanita selama hidupnya. Karena sumpahnya itulah Hyang Syiwa memberinya nama Bhisma, karena janjinya ditakutkan oleh para satria, juga karena tidak ada seourang satria pun yang meninggalkan kerajaan. Oleh Ki Dasabala, Dewi Dugandini lalu dserahkan kepada Bhisma, yang langsung dibawa ke Negara Astina.

ADEGAN DI ISTANA KERAJAAN ASTINA
Prabu Sentanu menerima kedatangan Dewabrata dan Dewi Durgandini. Setelah emndengan penuturan Dewabrata bahwa ia telah memenuhi semua persyaratan yang diminta Ki Dasabala untuk memboyong Dewi Durgandini ke istana Astina, Prabu Sentanu langsung memeluk Dewabrata sambil menagis. Adegan yang mengharukan ini terganggu dengan masuknya seorang punggawa yang melaporkan Negara Astina kedatangan musuh dari Goabarong dipimpin langsung Prabu Gorakalayaksa dan patihnya, Ditya Suratriwangsa. Tanpa menunggu perintah ayahnya, Dewabrata langsung pergi menghadang musuh.

ADEGAN DI LUAR KERAJAAN ASTINA
Dewabrata berperang melawan Prabu Gorakalayaksa dan patih Suratriwangsa. Perang berlangsung seru dan lama. Akhirnya Prabu Gorakalayaksa dan Ditya Suratriwangsa mati oleh panah sakti Dewabrata.

ADEGAN DI ISTANA KERAJAAN ASTINA
Prabu Sentanu didampingi Dewi Durgandini dihadap oelh Dewabrata dan patih Handakasumelar. Prabu Sentanu merasa bersyukur karena semua permasalahan yang dihadapi dirinya dan Negara Astina tealh dapat diatasi dengan baik. Mereka kemudian berdoa bersama demi kesejahteraan dan kedamaian di Negara Astina, dilanjutkan denga makan bersama.
“Tancep Kayon”

“Wayang” Edisl 1 /01/ Mei 2008

Leave a comment